Menuju Kuadran Keempat: Kegiatan Bernilai Ekonomi dan Ekologi Tinggi

JAKARTA – Pengelolaan isu-isu lingkungan harus dijalankan dengan baik, sehingga menimbulkan dapat menghasilkan nilai ekonomi tinggi namun seimbang dengan nilai ekologi yang juga tinggi.

Pesan itu disampaikan Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan Noer Fauzi Rachman dalam pembukaan Kongres Pembangunan dan Lingkungan 2017 yang digelar Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA) di Jakarta, Sabtu, 18 Maret 2017.

Kongres ini dihadiri sejumlah tokoh seperti mantan Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nur Masripatin. staf ahli Menteri LHK bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Agus Justianto, Ketua Tim Ahli Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim Amanda Katili Niode dan Ketua Umum Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia Tri Edhi Budhi Soesilo.

Noer Fauzi, doktor Environmental Science, Policy and Management dari University of California, Berkeley itu memberikan paparan menarik. Ia mengajak hadirin memperhatikan isu-isu lingkungan dalam kuadran-kuadran 2 x 2 yang secara skematik dan sederhana terbentuk antara ‘ekonomi’ dengan ‘ekologi’. Ada yang bernilai ekonomi tinggi tapi bernilai ekologi rendah, bernilai ekonomi rendah dan bernilai ekologi tinggi, bernilai ekonomi rendah dan bernilai ekologi rendah, dan terakhir bernilai ekonomi tinggi dan bernilai ekologi tinggi.

Di kuadran kedua, banyak kita banyak contoh orang miskin yang merusak lingkungan. “Lihatlah pemanenan ikan oleh rakyat dengan mempergunakan bom-bom ikan atau racun-racun yang mematikan terumbu karang juga anak-anak ikan,” kata dosen program studi Master Sosiologi Pedesaan, Institut Petanian Bogor ini.

Di kuadran ketiga, adalah kegiatan-kegiatan proteksi alam dengan melarang segala kegiatan pemanfaatan oleh manusia, seperti yang terjadi di banyak cagar alam. “Saya memanggil kita semua untuk perhatikan jalan menuju kuadran keempat,” kata Noer Fauzi.

KOMITMEN SDGS

Noer Fauzi mengingatkan, bagaimana mesin ekonomi berupa pengusahaan skala raksasa dari pemegang izin lisensi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam, mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa degradasi lahan, hilangnya menurunnya kenakeragaman hayati di daratan dan lautan, peracunan sungai, hingga kebakaran hutan dan lahan.

“Di sini sangat relevan kita lihat kembali komitmen kita pada Sustainable Development Goals (SDGs). Untuk mencapai 17 Tujuan, bukan hanya pemerintah dan pemerintah daerah saja yang harus bekerja sama, melainkan masyarakat sipil, pelaku bisnis, filantropi, serta akademisi harus berkolaborasi,” urainya.

Dijelaskannya, pada pilar sosial, Indonesia menargetkan untuk menurunkan tingkat kemiskinan, meningkatkan akses air minum dan sanitasi, menurunkan angka kematian bayi, dan angka kematian ibu, meningkatkan fasilitas kesehatan dan jangkauan asuransi kesehatan dan meningkatkan Angka Partisipasi Kasar SD, SMP dan SMA.

Sementara itu, pada pilar ekonomi, Indonesia menargetkan untuk meningkat PDB per kapita Rp 72.2 juta, mengurangi tingkat pengangguran terbuka 4-5%, menciptakan 10 juta lapangan kerja, menurunkan Indeks Gini 0,36, meningkatkan tenaga kerja formal 51%; rasio elektrifikasi 96,6%, dan energi terbarukan campuran 10-16%.

Adapun pada pilar lingkungan, Indonesia menargetkan untuk mendorong produksi dan konsumsi sektor-sektor prioritas secara berkelanjutan, mengurangi emisi CO2 hingga 26% memulihkan ekosistem yang terdegradasi, meliputi 100 ribu ha kawasan konservasi, dan pengelolaan sampah hingga 150 juta ton.

“Semenjak 4 Januari 2017 lalu, Presiden menyampaikan pesan pada seluruh anggota Kabinet di siding kabinet paripurna tentang keharusan mengatasi ketimpangan ekonomi, dan keharusan membangun ekonomi keadilan,” tegasnya.

Pilar pokok kebijakan itu adalah kepastian kepemilikan rakyat dan perluasan akses rakyat atas lahan, melalui Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, menyediakan kesempatan bagi ekonomi rakyat untuk tumbuh melalui dukungan finansial, dan lainnya, hingga upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM), terutama melalui pendidikan vokasional.

Selain menjawab ketimpangan, Reforma Agraria dan skema-skema perhutanan sosial ini juga bagian dari skema mitigasi perubahan iklim, penguatan pengakuan hak masyarakat, serta perbaikan sumber penghidupan masyarakat.

“Arah ke depan di pemerintahan ini menantang kita semua untuk mengisi contoh-contoh di kuadran yang keempat, semua usaha yang secara ekonomi bernilai tinggi, tapi juga secara ekologi bernilai tinggi pula,” kata mantan Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria selama dua periode itu.

Lebih jauh Noer Fauzi mencontohkan, kegiatan-kegiatan dari badan usaha desa, komunitas masyarakat adat dan masyarakat lokal lainnya mengelola agro-forestry, hutan desa, hutan kemasyarakat, ekowisata, hingga kompensasi atas konservasi air sebagai jasa lingkungan.

Kongres Pembangunan dan Lingkungan 2017 diakhiri dengan lahirnya lima manifesto yakni

  1. Menyadarkan kepada seluruh pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah, seluruh lapisan masyarakat, dan pihak swasta dari berbagai sektor usaha, bahwa sumber daya alam dan jasa lingkungan memiliki batas-batasnya dalam mendukung pembangunan nasional.
  2. Mengajak kepada seluruh pihak, untuk bersama-sama melakukan perubahan perilaku dalam melaksanakan pembangunan nasional, yaitu dengan menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
  3. Meminta kepada seluruh pihak, untuk bersama-sama melakukan aksi pengendalian jumlah penduduk, serta mengkonsumsi pangan yang berasal dari sumber daya alam dan sesuai kearifan bangsa Indonesia.
  4. Mendesak kepada seluruh pihak, untuk bersama-sama menghemat pemanfaatan sumber daya alam tidak terbarukan, mengelola pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dan jasa lingkungan secara berkelanjutan, dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
  5. Mendesak kepada seluruh pihak, untuk bersama-sama mempercepat dan memperbesar skala pengembangan tekonologi dan sumber daya manusia, khususnya untuk pengelolaan air, pangan, dan energi terbarukan sesuai kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis Negara Indonesia.

Menuju Kuadran Keempat: Kegiatan Bernilai Ekonomi dan Ekologi Tinggi

JAKARTA – Pengelolaan isu-isu lingkungan harus dijalankan dengan baik, sehingga menimbulkan dapat menghasilkan nilai ekonomi tinggi namun seimbang dengan nilai ekologi yang juga tinggi.

Pesan itu disampaikan Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan Noer Fauzi Rachman dalam pembukaan Kongres Pembangunan dan Lingkungan 2017 yang digelar Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA) di Jakarta, Sabtu, 18 Maret 2017.

Kongres ini dihadiri sejumlah tokoh seperti mantan Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nur Masripatin. staf ahli Menteri LHK bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Agus Justianto, Ketua Tim Ahli Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim Amanda Katili Niode dan Ketua Umum Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia Tri Edhi Budhi Soesilo.

Noer Fauzi, doktor Environmental Science, Policy and Management dari University of California, Berkeley itu memberikan paparan menarik. Ia mengajak hadirin memperhatikan isu-isu lingkungan dalam kuadran-kuadran 2 x 2 yang secara skematik dan sederhana terbentuk antara ‘ekonomi’ dengan ‘ekologi’. Ada yang bernilai ekonomi tinggi tapi bernilai ekologi rendah, bernilai ekonomi rendah dan bernilai ekologi tinggi, bernilai ekonomi rendah dan bernilai ekologi rendah, dan terakhir bernilai ekonomi tinggi dan bernilai ekologi tinggi.

Di kuadran kedua, banyak kita banyak contoh orang miskin yang merusak lingkungan. “Lihatlah pemanenan ikan oleh rakyat dengan mempergunakan bom-bom ikan atau racun-racun yang mematikan terumbu karang juga anak-anak ikan,” kata dosen program studi Master Sosiologi Pedesaan, Institut Petanian Bogor ini.

Di kuadran ketiga, adalah kegiatan-kegiatan proteksi alam dengan melarang segala kegiatan pemanfaatan oleh manusia, seperti yang terjadi di banyak cagar alam. “Saya memanggil kita semua untuk perhatikan jalan menuju kuadran keempat,” kata Noer Fauzi.

KOMITMEN SDGS

Noer Fauzi mengingatkan, bagaimana mesin ekonomi berupa pengusahaan skala raksasa dari pemegang izin lisensi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam, mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa degradasi lahan, hilangnya menurunnya kenakeragaman hayati di daratan dan lautan, peracunan sungai, hingga kebakaran hutan dan lahan.

“Di sini sangat relevan kita lihat kembali komitmen kita pada Sustainable Development Goals (SDGs). Untuk mencapai 17 Tujuan, bukan hanya pemerintah dan pemerintah daerah saja yang harus bekerja sama, melainkan masyarakat sipil, pelaku bisnis, filantropi, serta akademisi harus berkolaborasi,” urainya.

Dijelaskannya, pada pilar sosial, Indonesia menargetkan untuk menurunkan tingkat kemiskinan, meningkatkan akses air minum dan sanitasi, menurunkan angka kematian bayi, dan angka kematian ibu, meningkatkan fasilitas kesehatan dan jangkauan asuransi kesehatan dan meningkatkan Angka Partisipasi Kasar SD, SMP dan SMA.

Sementara itu, pada pilar ekonomi, Indonesia menargetkan untuk meningkat PDB per kapita Rp 72.2 juta, mengurangi tingkat pengangguran terbuka 4-5%, menciptakan 10 juta lapangan kerja, menurunkan Indeks Gini 0,36, meningkatkan tenaga kerja formal 51%; rasio elektrifikasi 96,6%, dan energi terbarukan campuran 10-16%.

Adapun pada pilar lingkungan, Indonesia menargetkan untuk mendorong produksi dan konsumsi sektor-sektor prioritas secara berkelanjutan, mengurangi emisi CO2 hingga 26% memulihkan ekosistem yang terdegradasi, meliputi 100 ribu ha kawasan konservasi, dan pengelolaan sampah hingga 150 juta ton.

“Semenjak 4 Januari 2017 lalu, Presiden menyampaikan pesan pada seluruh anggota Kabinet di siding kabinet paripurna tentang keharusan mengatasi ketimpangan ekonomi, dan keharusan membangun ekonomi keadilan,” tegasnya.

Pilar pokok kebijakan itu adalah kepastian kepemilikan rakyat dan perluasan akses rakyat atas lahan, melalui Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, menyediakan kesempatan bagi ekonomi rakyat untuk tumbuh melalui dukungan finansial, dan lainnya, hingga upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM), terutama melalui pendidikan vokasional.

Selain menjawab ketimpangan, Reforma Agraria dan skema-skema perhutanan sosial ini juga bagian dari skema mitigasi perubahan iklim, penguatan pengakuan hak masyarakat, serta perbaikan sumber penghidupan masyarakat.

“Arah ke depan di pemerintahan ini menantang kita semua untuk mengisi contoh-contoh di kuadran yang keempat, semua usaha yang secara ekonomi bernilai tinggi, tapi juga secara ekologi bernilai tinggi pula,” kata mantan Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria selama dua periode itu.

Lebih jauh Noer Fauzi mencontohkan, kegiatan-kegiatan dari badan usaha desa, komunitas masyarakat adat dan masyarakat lokal lainnya mengelola agro-forestry, hutan desa, hutan kemasyarakat, ekowisata, hingga kompensasi atas konservasi air sebagai jasa lingkungan.

Kongres Pembangunan dan Lingkungan 2017 diakhiri dengan lahirnya lima manifesto yakni

  1. Menyadarkan kepada seluruh pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah, seluruh lapisan masyarakat, dan pihak swasta dari berbagai sektor usaha, bahwa sumber daya alam dan jasa lingkungan memiliki batas-batasnya dalam mendukung pembangunan nasional.
  2. Mengajak kepada seluruh pihak, untuk bersama-sama melakukan perubahan perilaku dalam melaksanakan pembangunan nasional, yaitu dengan menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
  3. Meminta kepada seluruh pihak, untuk bersama-sama melakukan aksi pengendalian jumlah penduduk, serta mengkonsumsi pangan yang berasal dari sumber daya alam dan sesuai kearifan bangsa Indonesia.
  4. Mendesak kepada seluruh pihak, untuk bersama-sama menghemat pemanfaatan sumber daya alam tidak terbarukan, mengelola pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dan jasa lingkungan secara berkelanjutan, dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
  5. Mendesak kepada seluruh pihak, untuk bersama-sama mempercepat dan memperbesar skala pengembangan tekonologi dan sumber daya manusia, khususnya untuk pengelolaan air, pangan, dan energi terbarukan sesuai kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis Negara Indonesia.
0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.