Lebih dari 400 Paper dari 20 negara Diskusikan Asia Tenggara

Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia (UI) dan Indonesian Environmental Scientists Association (IESA) bekerjasama dengan Project Southeast Asia, University of Oxford, Inggris, menyelenggarakan acara 7th Southeast Asian Studies Symposium 2018, pada tanggal 22 sampai 24 Maret 2018. Acara simposium ini berlangsung di Gedung IMERI, Kampus UI Salemba dan Balai Sidang, Kampus UI, Depok dengan mengambil tema: What is Southeast Asia? Exploring Uniqueness and Diversity (Apakah Asia Tenggara? Mengeksplorasi Keunikan dan Keberagaman).”

Simposium ini secara resmi dibuka oleh Wakil Presiden RI (H.E. Dr. Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla), yang dalam pidato pembukaannya menekankan pentingnya wilayah Asia Tenggara dengan keanekaragaman dan kekayaan alamnya. Indonesia berperan besar dalam mencapai kedamaian di kawasan ini. Wakil Presiden juga menekankan perlunya belajar dari kawasan lain, menghindari kesalahan yang mereka alami dan belajar dari keberhasilannya.

Pada pidato pembukaannya, Rektor UI Prof. Dr.Ir. Muhammad Anis, M.Met., menyambut para peserta dan menyatakan bahwa simposium ini “memberikan platform untuk menggandeng para akademisi, pembuat kebijakan, kalangan bisnis dan masyarakat sipil mendekati masalah Asia Tenggara kontemporer dengan kajian multi-disipliner dalam semangat sebagai masyarakat global.”

Simposium ini adalah kegiatan rutin University of Oxford melalui Project Southeast Asia sebagai ajang pertemuan para peneliti, akademisi dan profesional dari berbagai disiplin ilmu dan kebangsaan untuk berbagi ide dan pelajaran. Rangkaian simposium tahunan ini telah diselenggarakan sejak tahun 2011 dan pertama kalinya pada Simposium yang ke-7 SEA Symposium ini diselenggarakan di Indonesia, di Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan UI merasa terhormat menjadi tuan rumah penyelenggaraan SEA Symposium dan mewakili UI bekerjasama dengan University of Oxford.

Pembukaan symposium ini juga dihadiri oleh Chairman of Project Southeast Asia Oxford (Dr Philip Kreager), Co-ordinator of Project Southeast Asia, University of Oxford (Dr. Pingtjin Thum), ASEAN Deputy Secretary-General for Community and Corporate Affairs (H.E. DSG AKP Mochtan), Mantan Menteri Lingkungan Hidup sekaligus sebagai Pendiri Sekolah Ilmu Lingkungan UI (Prof. Emil Salim, M.A., Ph.D), serta Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas (Prof. Dr. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D).

Simposium internasional ini dihadiri oleh 400 partisipan dari 20 negara dan 95 universitas. Partisipan berasal dari unsur akademisi, pemerintah pusat dan daerah, tokoh masyarakat, sektor swasta, dan peserta internasional. Panitia simposium telah menerima lebih dari 300 abstrak paper akademis. Simposium ini terdiri atas 35 paralel sessions, 2 workshop, 3 roundtable, dan 4 special sessions. Acara ini dihadiri oleh Walikota Surabaya (Ibu Tri Risma Harini), Kepala Badan Informasi Geospasial (Bapak Hasanudin Zainal Abidin), Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (Bapak Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, dan sejumlah pihak lain dari berbagai instansi seperti KLHK, Kemenko Maritim, Badan Restorasi Gambut, dan lain sebagainya.

Pada hari pertama acara ini, Kamis 22 Maret 2018, terselenggara 17 paralel sessions dengan tema: rice politics, vulnerability, cultural identity, marine, community engagement, environment, urban politics. Terdapat 3 Round Table dengan tema diskusi menarik seputar: the environmental dimension, health impact, and mapping topographies of violence di Asia Tenggara. Tema-tema riset yang sangat menarik dipresentasikan juga pada poster-poster yang dipajang di ruang pameran poster session. Terdapat sekitar 25 poster akademik yang memiliki tema sangat variatif terkait penelitian di Asia Tenggara.

Dengan bekerjasama dengan Kementerian dan sector private, hari pertama symposium dapat menyelenggarakan 2 special sessions. Special sessions hari pertama yaitu pertama mengenai Sustainable Waste Reduction Program Based on Community Engagement in Climate Change” kerjasama IESA dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan sector private dan kedua berjudul Toward Implementation of Indonesia’s New Urban Agenda” kerjasama SIL UI dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Seknas Habitat Indonesia.

Special session mengenai “Sustainable Waste Reduction Program Based on Community Engagement in Climate Change” dimoderatori oleh Dr. Lina Tri Mugi Astuti, SE, MM, menghadirkan keynote speech Dra. Sri Tantri Arundhati, M.Sc, dan pembicara Ir. Achmad Gunawan Widjaksono, MAS, Prof. Djoko Hartono, Dr. Linda Darmajanti, MT., dan Trisia Megawati Kusuma Dewi, M.Si. sesi ini membahas bahwa dalam kaitannya dengan perubahan iklim, pengelolaan sampah diperlukan karena sebagai salah satu sektor mitigasi.perubahan iklim. Masih rendahnya kesadaran publik, infrastruktur yang belum memadai, serta anggaran pengelolaan sampah yang belum menjadi prioritas mendorong pentingnya partisipasi masyarakat untuk mengelola sampah, yakni melalui pengurangan sampah secara terpadu dan berkelanjutan.

Special session “Toward Implementation of Indonesia’s New Urban Agenda”, dimoderatori oleh Dr. Hayati Sari Hasibuan, ST, MT, menghadirkan keynote speech Ir. Sri Hartoyo, Dipl.SE,ME., dengan pembicara meliputi Walikota Surabaya (Ir. Tri Risma Harini, MT), Prof. Dr. Ir. Hasanuddin Zainal Abidin, M.Sc., Dr. Phillip Kreager, Ir. Rina Agustin Indriani, MURP, dan Prof. Raldi H. Koestoer, Ph.D. Sesi ini menekankan bahwa New Urban Agenda adalah penegasan komitmen global untuk tujuan ke 11 pada Sustainable Development Goals. Mengingat bahwa perkotaan menghadapi permasalahan seiring peningkatan penduduk yang berimplikasi padatnya pemukiman sehingga perlu dilakukan reklasifikasi desa-kota. Selain itu, pembangunan kota-kota di Asia Tenggara bervariasi, konsep kota masa depan sangat bergantung pada aspek sosio-ekonomi suatu Negara.

Pada hari ke-2 simposium, 23 Maret 2018, terselenggara 18 paralel session dengan tema: agriculture, forest landscape, earthquake, urbanization, mining, climate change. Dan terdapat 2 round table dengan tema masing-masing: living with earthquake hazard dan the urban poor in politics. Pada hari ke-2 ini juga terdapat speech on heritage dan 2 spesial session kerjasama penyelenggara SEA Symposium dengan private sector serta BRG untuk special session tentang Sustainable Peatland Restoration and Management dan kerjasama dengan Kementerian Koordinator bidang Maritim untuk special session bertema Sustainable Maritime Management.

Sementara itu, pada special session “Sustainable Peatland Restoration and Managementyang dimoderatori oleh Dr. Mari E. Mulyani, Prof. Kosuke Mizuno dari Universitas Kyoto, mempresentasikan hasil studinya dengan judul “Bencana & Regenerasi di Lahan Gambut: Ekologi, Ekonomi & Masyarakat Indonesia”. Ia menjelaskan studi kasus kebakaran lahan gambut 2015 di Riau dari perspektif Ekologi, Ekonomi & Masyarakat. Salah satu hal yang paling penting dilakukan adalah mengamankan partisipasi masyarakat yang lebih kuat melalui peningkatan hak. Nyoman Iswarayoga, Direktur Urusan Eksternal – Restorasi Ekosistem Riau dari kelompok APRIL, menyoroti pendekatan empat fase untuk restorasi dan konservasi lahan gambut. Adapun Ir. Chairil Abdini, M.Sc., Ph.D, menyoroti kompleksitas pengelolaan lahan gambut yang tidak terintegrasi karena beberapa alasan termasuk berbagai pemangku kepentingan, masalah kemampuan keuangan dan masalah kapasitas kelembagaan. Beberapa skenario pengelolaan air lahan gambut di Indonesia disajikan sebagai penutup presentasinya.

Selanjutnya, Badan Restorasi Gambut Indonesia, Dr. Myrna (Deputi Bidang Pendidikan, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan dalam Badan Pemulihan Lahan Gambut), menyoroti fase intervensi jangka panjang dan beberapa agenda aksi kolektif. Dr. Constance McDermott menjelaskan bahwa secara keseluruhan, mencapai semangat Restorasi Lahan Hutan, membutuhkan pendekatan pembelajaran yang inovatif dan kolaboratif, serta kesediaan untuk mengalihkan kekuasaan, melalui pemberian keamanan kepemilikan lokal dan pengakuan sistem pemerintahan lokal.

Special session hari kedua yaitu mengenai “Sustainable Maritime Management”, dimoderatori oleh Dr. Komara Djaja, diisi oleh pembicara, yaitu Dr. Sahat M. Panggabean (Asisten Deputi Lingkungan dan Kebencanaan Maritim Kemenko Kemaritiman), Dr. Luky Adrianto (Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor), Dr. Noverita Dian Takarina (Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Kelautan Universitas Indonesia), dan Ichiro Nomura (Penasihat Kebijakan Japan International Cooperation Agency untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia). Sesi ini membahas mengenai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) sebagai instrumen untuk melindungi dan mengelola lingkungan masih memiliki celah, seperti indikator yang tidak merefleksikan kondisi lingkungan Indonesia. Selain itu ekosistem pesisir dianggap belum diperhitungkan dalam regulasi. Tantangan perikanan berkelanjutan di Indonesia erangkum dalam kerangka 4R (Resources owners, Resources Producers, Resources Processors, dan Resources Consumers), strong inclusive dan system thingking leadership adalah hal yang saat ini diperlukan untuk mencapai pengelolaan perikanan dan maritim berkelanjutan.

Hari terakhir simposium/closing ceremony diselenggarakan pada 24 Maret 2018 di Balai Sidang, Kampus UI Depok, dihadiri oleh Gubernur Jakarta (Anies Baswedan), Wakil Gubernur (Sandiaga S. Uno), dan Rektor UI, serta mahasiswa UI dari berbagai fakultas. Dalam paparannya, Anies menyinggung tentang keberagaman yang menjadi salah satu ciri khas negara-negara ASEAN dan perlu untuk mengedepankan “persatuan” (unity). “Kerap kali kita merayakan keberagaman secara berlebihan. Padahal, keberagaman itu diberikan, tanpa perlu mengusahakan, siapa pun kita memang ditakdirkan menjadi bagian dari kisah keberagaman di dunia, namun yang perlu kita usahakan bersama adalah persatuan (unity).” Pada acara penutupan ini, diumumkan dua penerima penghargaan sebagai the best presenter diterima oleh peserta berasal dari Filifina dan the best poster diterima oleh peserta berasal dari mahasiswa SIL UI.

Sekolah Ilmu Lingkungan berdiri pada tahun 2016, merupakan sekolah pertama yang didirikan oleh Universitas Indonesia dan sebagai Sekolah Ilmu Lingkungan pertama di Indonesia. IESA merupakan kumpulan para ahli lingkungan Indonesia yang mempunyai kesamaan visi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat di bidang lingkungan hidup dalam rangka menjaga keberlanjutan kehidupan manusia dan lingkungannya.

Selama acara simposium juga digelar pameran dari berbagai lembaga dan penerbit internasional, panel sessions, poster session, gala dinner dan cultural night. Pada cultural night, partisipan menggunakan pakaian daerah serta memperkenalkan jenis dan asal daerah pakaian tersebut. Disamping itu kami mempersembahkan tarian-tarian dan seni musik tradisional khas Indonesia. Semua perhelatan tersebut sebagai bentuk penguatan eksplorasi budaya nusantara Indonesia selaku tuan rumah dari SEA Symposium ke-7.

Dr. Emil Budianto selaku Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia berharap, kegiatan symposium dapat menghubungkan berbagai pihak untuk saling berbagi pembelajaran dalam rangka membangun jejaring antara para pembuat keputusan di berbagai bidang sehingga dapat berkontribusi pada perwujudan pembangunan berkelanjutan.

Sumber: sil.ui.ac.id

Lebih dari 400 Paper dari 20 negara Diskusikan Asia Tenggara

Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia (UI) dan Indonesian Environmental Scientists Association (IESA) bekerjasama dengan Project Southeast Asia, University of Oxford, Inggris, menyelenggarakan acara 7th Southeast Asian Studies Symposium 2018, pada tanggal 22 sampai 24 Maret 2018. Acara simposium ini berlangsung di Gedung IMERI, Kampus UI Salemba dan Balai Sidang, Kampus UI, Depok dengan mengambil tema: What is Southeast Asia? Exploring Uniqueness and Diversity (Apakah Asia Tenggara? Mengeksplorasi Keunikan dan Keberagaman).”

Simposium ini secara resmi dibuka oleh Wakil Presiden RI (H.E. Dr. Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla), yang dalam pidato pembukaannya menekankan pentingnya wilayah Asia Tenggara dengan keanekaragaman dan kekayaan alamnya. Indonesia berperan besar dalam mencapai kedamaian di kawasan ini. Wakil Presiden juga menekankan perlunya belajar dari kawasan lain, menghindari kesalahan yang mereka alami dan belajar dari keberhasilannya.

Pada pidato pembukaannya, Rektor UI Prof. Dr.Ir. Muhammad Anis, M.Met., menyambut para peserta dan menyatakan bahwa simposium ini “memberikan platform untuk menggandeng para akademisi, pembuat kebijakan, kalangan bisnis dan masyarakat sipil mendekati masalah Asia Tenggara kontemporer dengan kajian multi-disipliner dalam semangat sebagai masyarakat global.”

Simposium ini adalah kegiatan rutin University of Oxford melalui Project Southeast Asia sebagai ajang pertemuan para peneliti, akademisi dan profesional dari berbagai disiplin ilmu dan kebangsaan untuk berbagi ide dan pelajaran. Rangkaian simposium tahunan ini telah diselenggarakan sejak tahun 2011 dan pertama kalinya pada Simposium yang ke-7 SEA Symposium ini diselenggarakan di Indonesia, di Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan UI merasa terhormat menjadi tuan rumah penyelenggaraan SEA Symposium dan mewakili UI bekerjasama dengan University of Oxford.

Pembukaan symposium ini juga dihadiri oleh Chairman of Project Southeast Asia Oxford (Dr Philip Kreager), Co-ordinator of Project Southeast Asia, University of Oxford (Dr. Pingtjin Thum), ASEAN Deputy Secretary-General for Community and Corporate Affairs (H.E. DSG AKP Mochtan), Mantan Menteri Lingkungan Hidup sekaligus sebagai Pendiri Sekolah Ilmu Lingkungan UI (Prof. Emil Salim, M.A., Ph.D), serta Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas (Prof. Dr. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D).

Simposium internasional ini dihadiri oleh 400 partisipan dari 20 negara dan 95 universitas. Partisipan berasal dari unsur akademisi, pemerintah pusat dan daerah, tokoh masyarakat, sektor swasta, dan peserta internasional. Panitia simposium telah menerima lebih dari 300 abstrak paper akademis. Simposium ini terdiri atas 35 paralel sessions, 2 workshop, 3 roundtable, dan 4 special sessions. Acara ini dihadiri oleh Walikota Surabaya (Ibu Tri Risma Harini), Kepala Badan Informasi Geospasial (Bapak Hasanudin Zainal Abidin), Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (Bapak Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, dan sejumlah pihak lain dari berbagai instansi seperti KLHK, Kemenko Maritim, Badan Restorasi Gambut, dan lain sebagainya.

Pada hari pertama acara ini, Kamis 22 Maret 2018, terselenggara 17 paralel sessions dengan tema: rice politics, vulnerability, cultural identity, marine, community engagement, environment, urban politics. Terdapat 3 Round Table dengan tema diskusi menarik seputar: the environmental dimension, health impact, and mapping topographies of violence di Asia Tenggara. Tema-tema riset yang sangat menarik dipresentasikan juga pada poster-poster yang dipajang di ruang pameran poster session. Terdapat sekitar 25 poster akademik yang memiliki tema sangat variatif terkait penelitian di Asia Tenggara.

Dengan bekerjasama dengan Kementerian dan sector private, hari pertama symposium dapat menyelenggarakan 2 special sessions. Special sessions hari pertama yaitu pertama mengenai Sustainable Waste Reduction Program Based on Community Engagement in Climate Change” kerjasama IESA dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan sector private dan kedua berjudul Toward Implementation of Indonesia’s New Urban Agenda” kerjasama SIL UI dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Seknas Habitat Indonesia.

Special session mengenai “Sustainable Waste Reduction Program Based on Community Engagement in Climate Change” dimoderatori oleh Dr. Lina Tri Mugi Astuti, SE, MM, menghadirkan keynote speech Dra. Sri Tantri Arundhati, M.Sc, dan pembicara Ir. Achmad Gunawan Widjaksono, MAS, Prof. Djoko Hartono, Dr. Linda Darmajanti, MT., dan Trisia Megawati Kusuma Dewi, M.Si. sesi ini membahas bahwa dalam kaitannya dengan perubahan iklim, pengelolaan sampah diperlukan karena sebagai salah satu sektor mitigasi.perubahan iklim. Masih rendahnya kesadaran publik, infrastruktur yang belum memadai, serta anggaran pengelolaan sampah yang belum menjadi prioritas mendorong pentingnya partisipasi masyarakat untuk mengelola sampah, yakni melalui pengurangan sampah secara terpadu dan berkelanjutan.

Special session “Toward Implementation of Indonesia’s New Urban Agenda”, dimoderatori oleh Dr. Hayati Sari Hasibuan, ST, MT, menghadirkan keynote speech Ir. Sri Hartoyo, Dipl.SE,ME., dengan pembicara meliputi Walikota Surabaya (Ir. Tri Risma Harini, MT), Prof. Dr. Ir. Hasanuddin Zainal Abidin, M.Sc., Dr. Phillip Kreager, Ir. Rina Agustin Indriani, MURP, dan Prof. Raldi H. Koestoer, Ph.D. Sesi ini menekankan bahwa New Urban Agenda adalah penegasan komitmen global untuk tujuan ke 11 pada Sustainable Development Goals. Mengingat bahwa perkotaan menghadapi permasalahan seiring peningkatan penduduk yang berimplikasi padatnya pemukiman sehingga perlu dilakukan reklasifikasi desa-kota. Selain itu, pembangunan kota-kota di Asia Tenggara bervariasi, konsep kota masa depan sangat bergantung pada aspek sosio-ekonomi suatu Negara.

Pada hari ke-2 simposium, 23 Maret 2018, terselenggara 18 paralel session dengan tema: agriculture, forest landscape, earthquake, urbanization, mining, climate change. Dan terdapat 2 round table dengan tema masing-masing: living with earthquake hazard dan the urban poor in politics. Pada hari ke-2 ini juga terdapat speech on heritage dan 2 spesial session kerjasama penyelenggara SEA Symposium dengan private sector serta BRG untuk special session tentang Sustainable Peatland Restoration and Management dan kerjasama dengan Kementerian Koordinator bidang Maritim untuk special session bertema Sustainable Maritime Management.

Sementara itu, pada special session “Sustainable Peatland Restoration and Managementyang dimoderatori oleh Dr. Mari E. Mulyani, Prof. Kosuke Mizuno dari Universitas Kyoto, mempresentasikan hasil studinya dengan judul “Bencana & Regenerasi di Lahan Gambut: Ekologi, Ekonomi & Masyarakat Indonesia”. Ia menjelaskan studi kasus kebakaran lahan gambut 2015 di Riau dari perspektif Ekologi, Ekonomi & Masyarakat. Salah satu hal yang paling penting dilakukan adalah mengamankan partisipasi masyarakat yang lebih kuat melalui peningkatan hak. Nyoman Iswarayoga, Direktur Urusan Eksternal – Restorasi Ekosistem Riau dari kelompok APRIL, menyoroti pendekatan empat fase untuk restorasi dan konservasi lahan gambut. Adapun Ir. Chairil Abdini, M.Sc., Ph.D, menyoroti kompleksitas pengelolaan lahan gambut yang tidak terintegrasi karena beberapa alasan termasuk berbagai pemangku kepentingan, masalah kemampuan keuangan dan masalah kapasitas kelembagaan. Beberapa skenario pengelolaan air lahan gambut di Indonesia disajikan sebagai penutup presentasinya.

Selanjutnya, Badan Restorasi Gambut Indonesia, Dr. Myrna (Deputi Bidang Pendidikan, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan dalam Badan Pemulihan Lahan Gambut), menyoroti fase intervensi jangka panjang dan beberapa agenda aksi kolektif. Dr. Constance McDermott menjelaskan bahwa secara keseluruhan, mencapai semangat Restorasi Lahan Hutan, membutuhkan pendekatan pembelajaran yang inovatif dan kolaboratif, serta kesediaan untuk mengalihkan kekuasaan, melalui pemberian keamanan kepemilikan lokal dan pengakuan sistem pemerintahan lokal.

Special session hari kedua yaitu mengenai “Sustainable Maritime Management”, dimoderatori oleh Dr. Komara Djaja, diisi oleh pembicara, yaitu Dr. Sahat M. Panggabean (Asisten Deputi Lingkungan dan Kebencanaan Maritim Kemenko Kemaritiman), Dr. Luky Adrianto (Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor), Dr. Noverita Dian Takarina (Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Kelautan Universitas Indonesia), dan Ichiro Nomura (Penasihat Kebijakan Japan International Cooperation Agency untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia). Sesi ini membahas mengenai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) sebagai instrumen untuk melindungi dan mengelola lingkungan masih memiliki celah, seperti indikator yang tidak merefleksikan kondisi lingkungan Indonesia. Selain itu ekosistem pesisir dianggap belum diperhitungkan dalam regulasi. Tantangan perikanan berkelanjutan di Indonesia erangkum dalam kerangka 4R (Resources owners, Resources Producers, Resources Processors, dan Resources Consumers), strong inclusive dan system thingking leadership adalah hal yang saat ini diperlukan untuk mencapai pengelolaan perikanan dan maritim berkelanjutan.

Hari terakhir simposium/closing ceremony diselenggarakan pada 24 Maret 2018 di Balai Sidang, Kampus UI Depok, dihadiri oleh Gubernur Jakarta (Anies Baswedan), Wakil Gubernur (Sandiaga S. Uno), dan Rektor UI, serta mahasiswa UI dari berbagai fakultas. Dalam paparannya, Anies menyinggung tentang keberagaman yang menjadi salah satu ciri khas negara-negara ASEAN dan perlu untuk mengedepankan “persatuan” (unity). “Kerap kali kita merayakan keberagaman secara berlebihan. Padahal, keberagaman itu diberikan, tanpa perlu mengusahakan, siapa pun kita memang ditakdirkan menjadi bagian dari kisah keberagaman di dunia, namun yang perlu kita usahakan bersama adalah persatuan (unity).” Pada acara penutupan ini, diumumkan dua penerima penghargaan sebagai the best presenter diterima oleh peserta berasal dari Filifina dan the best poster diterima oleh peserta berasal dari mahasiswa SIL UI.

Sekolah Ilmu Lingkungan berdiri pada tahun 2016, merupakan sekolah pertama yang didirikan oleh Universitas Indonesia dan sebagai Sekolah Ilmu Lingkungan pertama di Indonesia. IESA merupakan kumpulan para ahli lingkungan Indonesia yang mempunyai kesamaan visi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat di bidang lingkungan hidup dalam rangka menjaga keberlanjutan kehidupan manusia dan lingkungannya.

Selama acara simposium juga digelar pameran dari berbagai lembaga dan penerbit internasional, panel sessions, poster session, gala dinner dan cultural night. Pada cultural night, partisipan menggunakan pakaian daerah serta memperkenalkan jenis dan asal daerah pakaian tersebut. Disamping itu kami mempersembahkan tarian-tarian dan seni musik tradisional khas Indonesia. Semua perhelatan tersebut sebagai bentuk penguatan eksplorasi budaya nusantara Indonesia selaku tuan rumah dari SEA Symposium ke-7.

Dr. Emil Budianto selaku Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia berharap, kegiatan symposium dapat menghubungkan berbagai pihak untuk saling berbagi pembelajaran dalam rangka membangun jejaring antara para pembuat keputusan di berbagai bidang sehingga dapat berkontribusi pada perwujudan pembangunan berkelanjutan.

Sumber: sil.ui.ac.id

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.